Media sosial berhasil mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari kehidupan sosial, ekonomi, hingga politik. Sebagian orang berpikir bahwa media sosial mengubah tataran politik baru-baru ini. Nyatanya, media sosial sudah ikut berperan dalam dunia politik sejak lama.
Cara media sosial dapat mengubah tataran politik dan demokrasi di Indonesia tidak secepat kilat. Perkembangan teknologi sudah berperan terhadap politik di Indonesia sejak gerakan reformasi di tahun 1998. Proses media sosial bisa mengubah tataran politik dimulai dari sejarah awal-awal politik dan demokrasi di Indonesia.
Peran media sosial dalam mengubah tataran politik di Indonesia yang cukup jelas yaitu pada dua Tahapan. Pertama, yaitu ketika gerakan reformasi di tahun 1998 karena teknologi saat itu sudah bisa mendukung terbentuknya komunitas virtual yang memiliki peran dalam gerakan tersebut.
Tahap kedua yaitu ketika media sosial mengubah tataran politik karena mampu menciptakan budaya partisipasif pada pemilu di tahun 2008 hingga sekarang. Dari dua kejadian ini dapat dilihat bahwa media sosial mampu memberikan pengaruh yang cukup efektif pada politik dan proses demokrasi di Indonesia.
Cara untuk mengetahui bagaimana media sosial dapat mengubah tataran politik dan demokrasi di Indonesia yaitu dengan mengetahui peran media sosial pada dua kejadian di atas. Berikut ini penjelasan peran media sosial pada dua kejadian atau dua tahapan tersebut.
Meskipun media sosial dijadikan sebagai media kampanye baru muncul di pemilu tahun 2009, tetapi internet sudah memegang peran penting dalam dunia politik sejak tahun 1998. Pada tahun itu, para elit politik mulai menggunakan media sosial untuk mengkritisi kinerja pemerintah dan membentuk komunitas virtual untuk kepentingan politik.
Media sosial mulai ikut berperan dalam dunia politik setelah era reformasi karena kondisi politik yang sudah mendukung kebebasan berekspresi. Fokus masalahnya bukan tentang isi dari konten atau diskusi, tetapi tentang kebebasan masyarakat untuk mengekspresikan apapun di media sosial tanpa adanya kekhawatiran melawan hukum.
Selain itu, perkembangan media sosial memberikan pengaruh baik terhadap dunia politik karena bisa menyatukan pendapat untuk sebuah komunitas, elit politik, bahkan pemerintah. Namun, saat itu masih banyak celah karena masih banyak wilayah yang memiliki keterbatasan internet hingga menyebabkan era post-truth.
Cara media sosial mengubah tataran politik dan demokrasi pada tahap kedua yaitu memiliki beberapa peran yang berbeda dalam kontek pemilu di tahun 2014. Selain itu, muncul pula polarisasi setelah pemilihan presiden di tahun yang sama. Pengaruh polarisasi semakin kuat ketika pasangan pemilu di tahun 2014 kembali bertarung di tahun 2019.
Pada saat itu, media sosial mampu memperkuat identitas politik sama seperti ketika internet berhasil memperkuat identitas politik dalam pergerakan reformasi di tahun 1998. Pemilihan presiden yang hanya terdiri dari dua kandidat menciptakan situasi yang komplek dan meningkatkan level ambiguitas, terutama yang belum mempunyai pilihan.
Pada saat itu, kaum milenial yang dinamis dapat merubah persepsi politik lebih cepat dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Media sosial bisa memunculkan perpecahan karena adanya perbedaan signifikan di antara komunitas online dengan pilihan kandidat atau identitas politik mereka satu sama lain.
Namun, di sisi lain media sosial mampu mendukung kehidupan demokrasi karena dapat menyatukan masyarakat yang memiliki tujuan berbeda-beda. Pada saat itu, contoh platform media sosial yang ikut berperan dalam merubah tataran politik dan demokrasi adalah Facebook.
Pada saat itu, Facebook merupakan platform media sosial yang paling populer digunakan masyarakat Indonesia. Orang-orang membagikan banyak hal di sana, termasuk tentang politik terutama saat mendekati masa pemilu. Dan hal tersebut mampu mempengaruhi cara berpikir dan kehidupan seseorang dalam berpolitik.
Semakin ke sini semakin banyak platform media sosial dan semakin banyak masyarakat Indonesia yang menggunakannya. Media sosial seperti Twitter, Facebook, Istagram, bahkan TikTok yang baru populer sejak pandemi Covid-19 diyakini dapat meningkatkan partisipasi politik melalui konten-konten politik yang dibuat.
Semakin ke sini media sosial mengubah tataran politik melalui berbagai aspek, contohnya sifat komunikasi. Sifat komunikasi ini dapat dimanfaatkan dengan baik untuk penyebaran informasi politik maupun kampanye dari para kandidat. Strategi kampanye di media sosial menjadi hal yang harus dipikirkan secara serius oleh para kandidat.
Di media sosial, interaksi antara calon pemilih dan kandidat sangat mudah dan bisa menjangkau banyak kalangan. Contohnya, ketika blusukan ke suatu daerah, warga yang berkumpul untuk menyaksikan kampanye hanya sekitar puluhan atau ratusan orang, kandidat atau kader harus mendatangi berbagai tempat untuk menjangkau banyak orang.
Sementara di media sosial, contohnya saat mengadakan live IG atau space di Twitter, akun partai atau akun pribadi kandidat bisa menjangkau dua ratus lebih bahkan hingga ribuan penonton.
Khususnya pada pemilu mendatang, calon pemilih dari gabungan generasi Z dan generasi milenial memiliki angka yang tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Dan, dua generasi ini merupakan kelompok yang aktif di media sosial. Bahkan, sebagian mereka sudah jarang mencari berita atau masalah politik dari media massa lainnya.
Hal ini lah yang membuat politisi mau tidak mau harus menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi mengenai politik dan menarik perhatian calon pemilih.
Itulah bagaimana media sosial mengubah tataran politik dan demokrasi di Indonesia dari era reformasi sampai sekarang. Apalagi saat ini media sosial semakin berperan penting dan tentu akan memberikan pengaruh lainnya di dunia politik.
PT Media Promosi Online
Jalan Cimanuk No. 6
Bandung 40115 - Jawa Barat
Indonesia
Informasi